Orang tua mana yang tidak ingin memiliki menantu yang baik untuk anaknya? Semua pasti mengiginkannya. Bagi yang memiliki anak perempuan, pastilah ingin mendapatkan seorang pria yang dapat bertanggung jawab dalam membahagiakan dan membimbing putrinya ke jalan yang benar. Sedangkan bagi yang memiliki anak laki-laki, tentu sangat selektif mencari perempuan yang sesuai dan bisa menjadi ibu yang baik bagi cucu-cucunya kelak. Atau bagi seseorang yang bingung kala mencari pasangannya sendiri. Dalam tahap ini kehati-hatian dan kebijaksanaan memilih menantu sangat ditekankan, karena ini akan menjadi awal kelanjutan sejarah sebuah pohon keluarga.
Di tengah kebingungan tersebut, sebagai sebuah entitas masyarakat islam khas, santri dapat dijadikan pilihan tepat untuk menjawab pertanyaan siapakah menantu idaman?. Mengapa harus santri NU? Sebab Nahdlatul Ulama adalah organisasi islam kemsyarakatan yang terbukti sukses mengelola pendidikan pesantren di Indonesia, bahkan sejak ratusan tahun lali ketika NU secara organisasi belum berdiri. Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU mencatat, pada 2013 lalu jumlah pesantren yang berada dibawah naungan NU berjumlah 24.000 Pesantren dengan jutaan santri didalamnya. Dengan sistem pendidikan yang khas, pesantren NU berhasil meluluskan para muridnya dengan karakter yang kuat secara syar’i maupun ke Indonesiaan sesuai ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
Perihal memilih calon pria dan perempuan yang baik sebagai pasangan, hal ini di paparkan oleh Rasulullah :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَات الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Di ceritakan Musadad, diceritakan Yahya dari ‘Abdullah berkata bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Sa’id dari Abi Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda wanita dinikahi karena empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga karena kecantikannya dan keempat karena agamanya. Maka carilah wanita yang beragama (Islam) engkau akan beruntung.
إِذَا أَتَا كُمْ مَن تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُن فِتْنَةٌ فِى اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Apabila datang kepadamu (untuk meminang) yaitu seseorang yang kamu telah rela terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah (anak perempuanmu) dengannya.Apabila tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi.” (HR. At Turmudzi)
Peringatan hari santri di Buntet Pesantren (22/10) |
1. Faham Ilmu Syari’at
Ini yang paling penting! Tujuan dari menikah adalah menyempurnakan agama. Namun bukan berarti seketika itu agama kita menjadi sempurna, kita perlu jalan untuk memahaminya, dan Ilmu syari’at adalah jalan menuju kesempurnaan tersebut. Tuntunan praktik ibadah, ketauhidan, akhlaq dan ilmu lainnya adalah santapan para santri sehari-hari di pesantren. Bersandar pada Al-Qur’an, Hadits serta Kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama menjamin kehidupan sepasang manusia akan berjalan sesuai tuntunan syari’at Islam. Hal-hal keseharian seperti pemenuhan hak suami dan istri, permasalahan haid dan nifas dan permasalahan munakahat lainnya sudah dikaji di dunia pesantren. Walaupun tidak semua santri memiliki pemahaman yang baik, tapi setidaknya mereka lebih baik daripada yang tidak pernah mengaji sama sekali.
2. Menerapkan Akhlaq Dan Adab Yang Baik
Rasulullah diutus di dunia untuk menyempurnakan akhlaq, dan para santri inilah yang menjadi golongan terdepan mempelajarinya. Tentu perlu keahlian khusus bagaimana bersikap baik dengan istri, suami, memperlakukan anak, menghormati orang tua atau mertua serta keluarga barunya, tetangga dan masyarakat, Ciri khas pendidikan pesantren NU adalah para santri dapat mengamati secara langsung kiaiatau nyainya sebagai teladan sehari-hari, bagaimana guru-gurunya tersebut memperlakukan keluarganya. Dengan mendapatkan contoh yang baik selama di pesantren maka Insya Allah mereka dapat mempraktikkannya dalam kehidupan berumahtangga.
3. Pemimpin Yang Baik
Pesantren pula mendidik jiwa leadership para santrinya. Bagaimana mereka mengelola struktur kepengurusan pesantren secara mandiri, menyusun program-program kegiatan, berlatih berbicara diatas podium dan sebagainya. Jika sudah terbiasa memimpin dan mengelola kegiatan-kegiatan demikian, para alumni santri pula sudah terbiasa untuk mengelola hal-hal rumah tangga. Tentu ini modal penting bagaimana seseorang akan menjadi pemimpin bagi keluarganya.
4. Terbiasa Hidup Mandiri, Bekerja Keras dan Serba Bisa
Mencuci, memasak, gotong royong kebersihan, belanja ke pasar, mengepel, menguras kamar mandi, merapikan ruangan, membuat “wedang”, memperbaiki barang-barang yang rusak secara “kreatif” dan segala cara hidup sederhana adalah ciri khas kehidupan para santri NU.
Sebetulnya bisa saja NU mendirikan pesantren yang sangat mewah dengan beragam fasilitas. Namun dalam hal ini pesantren-pesantren yang masih mempertahankan ciri tradisionalitasnya memiliki tujuan agar para santri ini menjadi sosok yang tahan banting, siap terjun disegala medan, memiliki mental yang kuat dan hidup sederhana namun tetap bermartabat karena ilmu dan akhlaq yang dimilikinya. Akan sulit tentunya jika istri atau suami adalah sosok yang manja dan tidak terbiasa menghadapi masalah-masalah, pula terbiasa hidup serba ada. Orang-orang demikian jika tertimpa musibah biasanya cenderung labil dan cepat putus asa lalu mencari pelarian yang “negatif” untuk menyelesaikan permasalahan. Percayalah, kehidupan anda tidak akan menjadi seperti itu jika memiliki suami atau santri alumni pesantren, karena para santri memiliki keyakinan untuk terus berusaha dan berdoa serta percaya bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan makhluqNya.
5. Memiliki Tali Silaturahim Yang Baik dengan Para Kiai Dan Keluarganya
“Wong kang sholeh kumpolono” itulah salah satu obat hati ala Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) yang dipopulerkan oleh Opik. Para santri ini secara otomatis masuk kedalam network Pesantren Nusantara. Mereka menjadi keluarga besar para kiai dan ulama di seantero Indonesia bahkan dunia.
Dengan memiliki identitas santri, para santri ini memiliki tali silturahim yang baik dengan para kiai atau ulama, mereka terbiasa sowan untuk meminta nasihat, doa atau solusi jika memiliki permasalahan dan para kiai ini dengan senang hati dan terbuka menolongnya. Pastinya hal ini adalah hal yang sangat berharga dimana sang calon menantu memiliki lingkungan dan jaringan yang positif. Juga, siapa yang tidak mau jika pada proses akad nikah nanti yang menikahkan adalah seorang alim ulama? Serta mereka (para kiai dan ustadz) akan datang, bersama dengan keluaranya untuk mendoakan.
6. Menjamin Pendidikan Sang Anak
Anak yang lahir pada era kini disebut “Generasi Z” dimana mereka tumbuh pada era kemajuan teknologi, jaringan dan informasi. Satu sisi mereka memiliki banyak kelebihan, tapi di satu sisi yang lain pula ada sisi negatif yang harus diantisipasi. Anak-anak masa kini cenderung berpikir dan bertindak “lebih berani” dan kadang sulit untuk dikontrol kegiatannya. Perlu perlakuan yang dapat mengimbangi kehidupannya. Bapak atau Ibu yang memiliki latarbelakang pesantren akan memiliki pendekatan yang berbeda untuk menghadapi kondisi demikian, mereka tidak akan menghalangi anak-anaknya tumbuh sesuai keinginannya tetapi akan selalu mengingatkan “sudah sholat belum nak?” “ayo mengaji Al-Qur’an dulu” dan dengan mencontohkan dengan uswatun hasanah yang lain. Juga anak-anak dari para santri ini biasanya akan dipesantrenkan pula sebagaimana orang tuanya dulu mesantren.
7. Bermasyarakat dan Cinta Tanah Air
Nah, yang terakhir ini tidak kalah penting. Salah satu isu pada akhir-akhir ini yang berkembang adalah adanya sebagian kalangan yang mengatasnamakan Islam namun melakukan tindakan-tindakan yang mereka sebutjihad, padahal itu salah kaprah. Lebih parah lagi itu melibatkan sepasang suami-istri dalam beberapa kasus. Mereka cenderung tertutup terhadap masyarakat sekitar, lalu tiba-tiba masuk pemberitaan nasional karena aksinya. Juga ada yang tiba-tiba berubah dari sikap anaknya setelah anaknya dinikahi seseorang. Santri dari kalangan NU dijamin tidak memiliki tipikal seperti itu, mereka terbiasa hidup bermasyarakat dan ditanamkan cinta tanah air saat pengajian dan pendidikan di pesantren. Tentu semua tahu jika pergolakan 10 November adalah berkat sumbangsih kaum sarungan yang dipelopori para ulama nahdliyin.
Kriteria diatas tidak semuanya mutlak ada dalam diri seorang santri. Namun setidaknya seperti demikianlah bagaimana seorang santri dididik menjadi calon suami dan istri yang baik. Jadi, apa masih ragu memilih kang santri dan mbak santri?
Komentar
Posting Komentar